Tertulis dan Terucap

 Haloooooo!

    Aku cuma mau sharing pengalaman aku lewat tulisan dan ucapan. Kalo ini 100% work buat kehidupanku menjadi makhluk di bumi yg masih ingin hidup. Aku juga yakin dengan apapun yang kita rencanakan maka tuhan dan alam semesta juga akan mendukung. Ngga ada yang sia-sia untuk segala kebaikan yang dilakukan, walau hanya sekedar terlintas di pikiran dan hati. 

    Aku pernah jadi orang yang sangat berputus asa di dunia, aku pernah menjadi orang yang sangat berpikir "aku tidak beruntung dan sangat menderita". Dulu. Aku ingat bahwa ada banyak yang tidak bisa aku terima dalam diriku. Begitu keras kepada diri ini, terutama pada pandangan orang lain terhadapku. Diantara semua tekanan yang aku hadapi, kekhawatiran tentang kemampuan, penampilan, dan berat badan adalah pemicu rasa rendah diri nomor satu.. Dan, kebiasaan buruk ini menghisap hal terbaik yang aku miliki dengan menutupi hal-hal baik yang bisa aku berikan kepada dunia. Rasa itu menghambat kemampuanku untuk tumbuh dan berkembang dibanyak ruang. 

    Aku merasa segala upayaku mulai tidak berguna saat aku berusaha membuat diriku bekerja sangat keras untuk mencapai apa yang aku ingin. Segala persiapan diri telah aku lakukan, lagi-lagi hasil mematahkan harapan dan cita-citaku. Rasanya percuma, aku kelelahan sampai tubuhku mulai tidak aku pedulikan. Aku mudah emosi, menangis sepanjang malam, tidak nafsu makan, tidak menyukai keramaian, bahkan nasehat saja seperti tong kosong nyaring bunyinya, tidak berguna. Aku selalu serius untuk mencapai yang aku mau. Banyak hal yang aku ingin wujudkan, sayangnya aku terlalu angkuh untuk bisa melakukannya sendirian. Perihal aku sudah berdoa pada tuhan, berikhtiar lewat usaha kerasku, tapi tetap gagal. Aku lupa bahwa ternyata keinginanku hanya sebatas "nafsu yang menggebu", lupa bahwa tuhan memberiku kebutuhan yang lebih dari cukup daripada keinginanku.

    Orang lain selalu mendapat posisi teratas dalam penilaianku. Seperti, dia sangat sempurna dan beruntung. Memiliki keluarga yang harmonis, pintar, cantik, badan yang ideal, lucu, kaya, disukai banyak orang, apapun yang dia inginkan semua dia dapatkan, dan segala pandanganku terhadapnya yang paling sempurna. Benar, capek kalau mau ingin seperti orang lain. Aku hanya ingin setidaknya menyukai penampilanku. Bertubuh kecil dan pendek juga bukan keinginanku, aku pernah sempat frustasi akan tubuh dan berat badan, rasanya selalu ingin protes, kenapa aku tidak berkembang seperti anak seumurku, bahkan yang dibawah umur lebih terlihat menawan. Aku sudah memasuki usia matang, tapi terperangkap dalam tubuh ini. Ya Allah maafkan hamba yang tidak bersyukur dan malah selalu insecure.. Aku berusaha berpikir positif, bahwa Allah menciptakanku sudah sangat yang paling sempurna sebagai wanita. Ternyata, menjadi wanita sehat itu tidak salah. Kesehatan membuatku dapat melakukan banyak hal. Aku ingin membiarkan aku yang seperti ini adanya, dengan caraku sendiri. Aku sadar bahwa kurangnya cinta kepada diri sendiri akan menghalangiku untuk merasakan sukacita dan menjalani hidup yang penuh gairah dan menyenangkan. Untuk dicintai dan diterima.

    Aku mendorong diriku untuk memahami bahwa berjuang untuk menerima tubuh adalah langkah yang berani dan menunjukkan kebijakan untuk menolong diri sendiri lebih dulu. Membenci diri sendiri karena tidak memiliki tubuh "sempurna" berarti otomatis membenci sesama karena alasan payah juga. Aku harus berdamai dengan diriku, sekarang juga, atau aku tidak akan pernah menyukai diriku, makanan, hubungan intim, serta semua yang sungguh berharga dalam hidup. Dan, aku tidak akan membiarkan kekasih, ibu, saudara, serta anakku untuk menyukaiku juga. Kebencian akan tubuh harus dihentikan. Itu harus dimulai dariku, untukku. Hidupku berubah drastis, masa-masa itu terlewati. Aku mulai menghargai diriku, mencoba memulai dan percaya bahwa aku juga bisa. Berada dalam tubuh ini bukan halangan. Aku bisa dan Allah akan memampukanku. Itu membuatku merasa bersemangat juga sanggup melakukan sesuatu dan hidup. Aku belajar untuk bertahan meskipun aku merasa seperti puing-puing rapuh.

    Beberapa tahun berikutnya adalah waktunya pengungkapan yang mendalam; tentang siapa aku, apa yang aku percaya, apa yang sesungguhnya aku inginkan dari hidup, aku ingin merasakan cinta yang mendalam. Pada momen-momen kesadaran diri ini membutuhkan waktu. Begitu sadar, aku mulai tau dan percaya bahwa sekarang aku dapat membuat pilihan baru. Aku harus lebih sabar dan lembut pada diri. Hanya perlu mencatat untuk tidak menghakimi. Memberikan ruang tubuh serta pikiran yang dibutuhkan untuk bertemu dan mengidentifikasikan nafsu-keinginanku. Selanjutnya memilih cara untuk memuaskan dan menenangkan nafsu-keinginan itu dengan cara yang baru dan lebih sehat. Ternyata, memilih kebiasaan yang akan aku ubah lebih dulu adalah keputusan yang sangat penting karena akan membuka pemahaman untuk diriku sebagai makhluk yang rapuh. Menghadapi kebiasaan pertama itu akan terasa agak menakutkan, tapi nggapapa!. Saat kita rapuh, kita adalah diri kita yang paling autentik, paling manusiawi. Saat kita melangkah ke dalam kerapuhan, yaitu ketika kita menyediakan diri untuk perubahan, kita melangkah ke dalam kemungkinan. Inilah sebabnya kita mengubah kebiasaan butuh pendekatan yang lembut, sayang, dan sabar. Sejak saat itu aku mulai tidur lebih nyenyak, makan lebih enak, dan beraktivitas lebih semangat.

Komentar

Postingan Populer